Terapi Vasodilator
l Tidak merekomendasikan penggunaan dopamin untuk mencegah atau menangani GGA
l Tidak merekomendasikan penggunaan fenoldopam untuk mencegah atau menangani GGA
l Tidak merekomendasikan pemakaian atrial natriuretic peptide (ANP) untuk mence gah atau menangani GGA
Penjelasan
l Dopamin: dosis rendah 0,5-3 mcg/kg/mnt tidak terbukti memperbaiki progresivitas penurunan fungsi ginjal dan tidak berpengaruh terhadap penurunan kebutuhan dialisis
Fenoldopam
l Agonist reseptor dopamin tipe-1 murni, memiliki efek yang sama dengan dopamin dosis rendah, menurunkan resistensi vaskuler dan meningkatkan aliran darah ke kortek dan medula ginjal
l Kisaran dosis yang diberikan 0,1 mcg/kgBB/mnt, namun masih kontroversi manfaatnya dalam menurunkan kebutuhan renal suppordan kematian pada pasien dengan GGA
Terapi Komplikasi Akut
l Penanganan asidosis pada pasien GGA yang paling utama adalah mengidentifikasi penyebab dan penanganan penyebab dasarnya
l Indikasi penggunaan terapi buffer dengan sodium bikarbonat apabila pH dibawah 7,1-7,2 dan kadar HCO3 dibawah 10-15 meq/L Asidosis
l Indikasi renal support untuk kasus asidosis pada GGA dengan oligouria dan overload cairan
Penjelasan
l Konsep dasar tatalaksana asidosis pada GGA adalah penanganan penyebab dasarnya dengan menelaah secara detail terlebih dahulu kondisi klinis yang mendasari dan obat-obatan yang diberikan sebelumnya
l Apabila kita memberikan terapi buffer dengan sodium bikarbonat, kadar natrium dan analisis gas darah dipantau dengan ketat karena pemberian sodium bikarbonat dapat meningkatkan kadar natrium dan tekanan parsial karbon dioksida (pC02) terutama pada pasien kritis dengan gangguan ventilasi
Hiperkalemia
l Penanganan hiperkalemia meliputi proteksi jantung, memasukkan kalium ke dalam sel, mengeluarkan kelebihan kalium dari tubuh, memonitor kadar kalium dan mencegah hiperkalemia yang berulang
l Untuk hiperkalemia ringan (K<5,5 meq/L): dengan restriksi asupan potasium baik oral ataupun intravena dan menghentikan diuretik hemat kalium dan obat-obatan penghambat Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS).
l Untuk hiperkalemia sedang (K5,5-6,5 mEq/L): dengan pemberian resin pengikat potassium atau loop diuretic
l Untuk hiperkalemia berat, khususnya dengan gangguan pada EKG: terapi konservatif urgen untuk menurunkan kalium segera dengan preparat kalsium, insulin dan glukosa atau sodium bikarbonat
Penjelasan
l Penanganan hiperkalemia pada pasien dengan GGA tergantung derajat berat, gejala, penyebab dasar, progresivitas dan respon terhadap terapi konservatif
l Pemberian kalsium berperan sebagai antagonis efek kalium pada jantung dan neuromuskular. Insulin dan glukosa berfungsi untuk menstimulasi masuknya kalium ke dalam sel. Sodium bikarbonat berfungsi untuk menstimulasi masuknya kalium ke dalam sel pada pasien dengan asidosis, juga menurunkan kadar kalium dengan meningkatkan sekresi kalium pada tubulus.
l Tatalaksana konservatif efektif berperan pada penanganan hiperkalemia ringan karena penyebab yang reversibel seperti pada pasien dengan hipovolemia GGA prerenal. Dialisis diindikasikan pada pasien hiperkalemia refrakter dengan terapi medikamentosa atau hiperkalemia karena rabdomiolisis, compartement syndrome, dan tumor lysis syndrome.
TERAPI PENDUKUNG GINJAL (KIDNEY SUPPORT THERAPY)
Indikasi dan waktu inisiasi TPdG
l Indikasi inisiasi TPdG adalah jika ada gangguan homeostatis akibat komplikasi GGA yang tidak dapat dikelola secara konservatif dan harus segera dimulai TPdG jika kondisi itu mengancam nyawa pasien.
l Gangguan tersebut dapat berupa salah satu
l kondisi berikut:
l Oligouria (Output urine <200cc/12jam)
l Anuria (output urin < 50cc/12jam)
l Hiperkalemia refrakter (K >6.5 mmol/L)
l Asidosis berat (pH<7.1)
l Azotemia (Urea> 30 mmol/L)
l Overload cairan refrakter
l Keterlibatan organ akibat uremia (perikarditis, ensefalopati, neuropati, miopati, perdarahaan uremik)
l Disnatremia berat (Na >160 atau<l15 mmol/L)
l Hipertermia/hipotermia
l Intoksikasi obat/bahan yang terdialisis, jika kadar
l asam urat <15 mg/dL
Penjelasan
l Tujuan TPdG pada GGA yang terpenting adalah untuk memperbaiki kondisi klinis akibat GGA serta mempertahankan dan memperbaiki fungsi ginjal dikemudian hari.
l Waktu inisiasi TPdG pada GGA sangat bervariasi dalam praktik klinis, sesuai indikasi di atas.
l Berdasarkan kriteria dari KDIGO, Saat inisiasi dialisis didefinisikan sebagai “awal” jika inisiasi dilakukan pada GGA tahap 1 atau 2, sedangkan didefinisikan sebagai “lambat” jika inisiasi pada GGA tahap 3.
l Disarankan agar faktor-faktor non-medis, seperti preferensi pasien, kualitas hidup, kondisi komorbiditas, tingkat keparahan penyakit akut, prognosis yang diharapkan, output urin, logistik, serta masalah sosial dan budaya lainnya seharusnya dipertimbangkan saat memutuskan apakah akan memulai TPG atau menundanya
TEKNIK DAN MODALITAS TPDG
l Modalitas terapi ekstrakorpore al intermiten dan kontinu harus dipertimbangkan sebagai terapi tambahan/pelengkap pada GGA.
l Pilihan teknik dan modalitas TPdG antara lain CRRT (Continous Renal Replacement Therapy), IHD (Intermittent Hemnodialysis), Prolong Intermittent Renal Replacement Therapy (PIRRT), atau Peritoneal Dialysis (DP).
l IHD merupakan modalitas pilihan pertama pada pasien yang disertai komplikasi mengancam jiwa.
l CRRT/PIRRT merupakan modalitas pilihan pertama pada pasien dengan overload cairan.
l CRRT/PIRRT merupakan modalitas pilihan pertama pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil.
PENJELASAN
l TPdG harus dipertimbangkan pada pasien dengan GGA progresif atau berat, kecuali telah diputuskan untuk tidak melakukan lanjutan terapi pada pasien.
l Pilihan TPdG harus berdasarkan pada status klinis pasien per individual, pengalaman dari tim dokter dan perawat, serta ketersediaan mesin.
l Pemilihan TPdG kontinu atauintermiten harus didasarkan pada kondisi pasien. TPdG kontinu sebaiknya dipilih pada pasien yang tidak stabil secara hemodinamik atau mengalami cedera otak akut atauedema serebral.
l Berdasarkan pertimbangan hal-hal tersebut diatas, maka ADQI (2017) memberikan pilihan TPdG untuk GGA berturut-turut dari pilihan pertama sampai keempat.
l Keberhasilan teknik TPdG pada pasien GGA mengacu kepada instabilitas hemodinamik pasien dan kemampuan fisiologi pasien untuk mentoleransi.
AKSES VASKULER
l Insisasi TPdG pada pasien GGA sebaiknya menggunakan kateter dialisis non-tunnel dan non-cuff dibandingkan penggunaan kateter dialisis tunnel.
l Pilihan lokasi insersi kateter dialisis pada pasien GGA sebagai berikut :
1. Pilihan pertama : vena jugular kanan
2. Pilihan kedua : vena femoral
3. Pilihan ketiga : vena jugularis kiri
4. Pilihan terakhir : vena subklavia
5. pada sisi yang dominan
l Kateter dialisis harus segera dilepas segera setelah tidak diperlukan lagi atau muncul tanda infeksi terkait kateter.
l Penggunaan lock larutan antimikroba pada kateter dialisis dapat digunakan secara rutin untuk mengurangi resiko infeksi aliran darah terkait kateter pada orang dewasa.
PENJELASAN
l Akses vaskular sangat penting untuk pelaksanaan TP dG.
l Kateter tunnel disertai cuff diindikasikan jika diantisipasipelaksanaan TP dG akan memanjang (> 1-3 minggu).
l Akses vena subklavia jika memungkinkan dihindari pada pasien yang berisiko mengalami progresi menjadi PGK tahap 4 atau 5 karena potensi mengalami stenosis vena dan persiapan untuk pemasangan akses permanen di masa mendatang.
l Teknik “blind” dalam pemasangan kateter dialisis dapat meningkatkan risiko komplikasi seperti penusukan pada arteri (0.5 -6%), hematoma (0.1-4.4%), hemotoraks (0.4-0.6%), pneumotoraks (0.1-3.1%) dan sekitar 10-20% mengalami kegagalan pemasangan.
l Tingkat kolonisasi dan infeksi terkait kateter meningkat seiring durasibpemakaian kateter dialisis.
l Terdapat bukti klinis yang menunjukkan bahwa penggunaan lock antibiotik atau antimikroba (seperti taurolidine atau sitrat 4%) pada kateter dialisis dapat mengurangi kejadian bakteremia terkait kateter pada pasien dialisis kronis, meskipun hal ini tidak digunakan secara luas pada pasien pediatrik.
l Oleh karena itu pada pasien GGA, pendekatan yang sama mungkin dapat bermanfaat untuk mengurangi infeksi terkait kateter.
DIALIZER DAN CAIRAN DIALISIS
l Dializer dengan membran biokompatibel sebaiknya digunakan untuk IHD dan CRRT pada pasien GGA.
l Bikarbonat menjadi buffer yang lebih direkomendasikan dibandingkan laktat pada dialisat dan cairan pengganti untuk TP dG pada pasien GGA, pada pasien GGA yang disertai syok sirkulasi dan pada pasien GGA yang disertai gagal hati dan/atau asidosis laktat.
l Cairan yang digunakan untuk hemodialisis kontinu atau intermiten, hemofiltrasi atau hemodiafiltrasi pada pasien dengan GGA sebaiknya memenuhi standar mikroba untuk cairan yang digunakan untuk hemodialisis kronis.
l Cairan dialisis dan cairan pengganti pada pasien GGA diharapkan minimal memenuhi standar AAMI untuk kadar kontaminasi bakteri dan endotoksin
PENJELASAN
l Dializer semipermeabel hollow-fibre digunakan untuk meningkatkan klirens solute dan ultrafiltrasi pada IHD dan CRRT.
l Dializer bio -incompaktibel dapat menginduksi stres oksidatif dan aktivasi komplemen dan beberapa komponen darah.
l Dializer modern dengan membrane yang dimodifikasi lebih bersi fat biokompatibel dari dial izer sebelumnya yang menunjukkan aktivasi sitokin dan komplemen yang rendah serta kejadian stres oksidatif yang lebih rendah.
l Penggunaan buffer laktat kurang populer dibandingkan bikarbonat.
l Laktat tidak secara cepat dimetabolisme pada kondisi kegagalan multi organ yang
DOSIS TPDG
l Dosis yang akan diberikan harus ditentukan sebelum memulai setiap sesi TPdG.
l Penilaian secara berkala dari dosis yang diberikan harus dilakukan untuk menyesuaikan resep.
l Tujuan TPdG ialah untuk mencapai keseimbangan elektrolit, asam basa, zat terlarut, dan cairan yang akan memenuhi kebutuhan pasien.
PENJELASAN
l Penilaian dan kesadaran tentang seberapa banyak dosis prosedur terapeutik tertentu sangat penting untuk praktik medis yang baik.
l Namun, survei terbaru menunjukkan jumlah dokter yang melaporkan menyadari, ata menghitung, dosis TPdG pada GGA sangat rendah.
l Tidak ada studi yang menunjukkan peningkatan mortalitas atau pemulihan ginjalnketika dosis dialisis ditingkatkan, baik dengan meningkatkan Kt/V diatas 3,9 per minggunya atau dengan mencapai target urea plasma di bawah 90mg/dl (15 mmo/l) pada pasien GGA.
l Dalam praktik klinis, untuk mencapai dosis yang diberikan 20-25 m/kg/jam, umumnya perlu meresepkan dalam kisaran 25-30 ml/kg/jam, dan untuk meminimalkan gangguan pada CRRT.
ANTIKOAGULAN PADA TPDG
l Pada pasien dengan GGA yang membutuhkan TPdG, pemilihanjenis dan keputusan untuk menggunakan antikoagulan ditentukan pada penilaian
l Potensi risiko perdarahan pada pasien dan manfaat dari antikoagulan yang akan digunakan:
l Penggunaan antikoagulan di rekomendasikan selama TPdG pada GGA jika pasien tidak mempunya peningkatan risiko perdarahan atau gangguan koagulasi dan belum menerima antikoagulan sistemik.
l Untuk pasien tanpa peningkatan risiko perdarahan atau gangguan koagulasi dan belum menerima antikoagulan sistemik yang efektif, kami menyarankan hal berikut :
l Untuk antikoagulan pada TPdG intermiten,direkomendasikan menggunakan heparin tanpa fraksi atau berat molekul rendah, dari pada antikoagulan lainnya.
l Untuk antikoagulan pada CRRT,disarankan menggunakan antikoagulan sitrat regional daripada heparin pada pasienyang tidak memiliki kontraindikasi untuk sitrat.
l Untuk antikoagulan selama CRRT pada pasien yang memiliki kontraindikasi untuk sitrat, di sarankan menggunakan heparin dengan berat molekul rendah atau unfractionated, dari pada antikoagulan lainnya.
l Untuk pasien dengan peningkatan risikoper darahan yang tidak menerima antikoagulan, disarankan hal berikut untuk antikoagulan selama TPdG:
l Kami menyarankan penggunaan antikoagulasi sitrat regional, dari pada tanpa antikoagulasi, selama CRRT pada pasien tanpa kontrain untuk sitrat.
l Pada pasien dengan heparin-induced thrombocytopenia (HIT), semua heparin harus dihentikan dan kami merekomendasikan penggunaan direct thrombin inhibitors (seperti argatroban) atau Factor Xa inhibitors (seperti dan aparoid atau fondaparinux) dari pada antikoagulan lain atau tanpa antikoagulan selama TPdG.
PENJELASAN
l Tujuan antikoagulasi dengan TPdG adalah untuk mencegah clotting pada filter dan/atau reduksi permeabilitas membran, sehingga TPdG memadai dan untuk mencegah kehilangan darah pada filter yang clotting.
l Heparin tak terfraksi masih merupakan antikoagulan yang paling banyak digunakan pada banyak negara.
l Risiko perdarahan dianggap tinggi pada pasien dengan perdarahan akut (dalam 7 hari) atau aktif, dengan riwayat trauma atau pembedahan (terutama pada trauma kepala dan bedah saraf), stroke, malformasi atau aneurisma arteri intrakranial, perdarahan retina, hipertensi yang tidak terkontrol, atau adanya kateter epidural.
l HIT yang dimediasi imun dihasilkan dari antibodi yang ditujukan terhadap kompleks heparin dan faktor trombosit 4, dan terjadi pada 1-3% pasien yang terpapar heparin.
l Komplikasi klinis utamanya adalah berkembangnya trombositopenia dengan atau tanpa trombosis.
l Kemungkinan terjadinya HIT diprediksi dengan 4 skor yaitu derajattrombositopenia, waktu timbulnya penurunan jumlah trombosit, adanya trombosis atau gejala sistemik akut, dan adanya etiologi lain dari trombositopenia.
l Jika kemungkinan HIT, semua heparin harus dihentikan.
KAPAN TERAPI PENDUKUNG GINJAL DIHENTIKAN : KRITERIA MENGHENTIKAN
l Hentikan TPdG bila tidak diperlukan lagi, baik karena fungsi ginjal intrinsik telah pulih ke titik yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pasien, atau karena TPdG tidak lagi sesuai dengan tujuan perawatan.
l Tidak menggunakan diuretik untuk meningkatkan pemulihan fungsi ginjal, atau untuk mengurangi durasi atau frekuensi TPdG.
l Kriteria hentikan TPdG, yaitu dengan kriteria STOP, antara lain, Status klinis, Time klirens kreatinin urin, dan OP (urine Output).
l Selain itu, menghentikan TPdG harus bergantung pada faktor yang berhubungan dengan pasien, seperti status fisiologis, tingkat perbedaan antara permintaan dan kapasitas, kemungkinan pemulihan ginjal, dan pertimbangan teknis (misalnya, ketersediaan peralatan dan biaya).
l Penghentian TPdG setelah uji coba waktu 48 jam dalam kasus status klinis yang memburuk atau tidak membaik.
PENJELASAN
l Keputusan untuk menghentikan TPdG atau untuk mengubah modalitas TPdG dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk karakteristik pasien (status hemodinamik, urin output, status volume cairan) dan masalah logistik (ketersediaan staf, biaya, terjadinya bekuan pada sirkuit).
l Proses penghentian TPdG dapat terdiri dari penghentian TPdG atau perubahan modalitas, frekuensi, atau durasi TPdG.
l Misalnya, beralih dari CRRT ke IHD, atau mengurangi frekuensi IHD dari setiap hari ke pengurangan frekuensi per minggu.
l Tidak ada panduan khusus tentang bagaimana mengelola transisi TPdG dari kontinu ke intermiten.
KRITERIA STOP UNTUK MENGHENTIKAN TPDG DIANTARANYA:
l Status klinis pasien :
l Tidak memerlukan asupan
l cairan yang melebihi output urin
l Tidak terdapat hiperkalemia refrakter
l Tidak terdapat asidemia refrakter
l Timed klirens kreatinin:
l Klirens urine > 15 mnl /menit dalam 24 jam disertai output urin seperti di bawah ini
l Output urin :
l Output urin > 400 ml/24 jam tanpa diuretik
l Output urin > 2000 ml/24 jam dengan diuretik
l Uji coba penghentian TPdG dilaksanakan setelah proses pengambilan keputusan bersama, pada pasien yang tidak ada perbaikan klinis dan memburuknya kegagalan organ multipel setelah 48 jam dilakukan TPdG.
l Hasil evaluasi keadaan tersebut dapat mendorong keputusan untuk menghentikan TPdG.